Senin, 01 Februari 2016

Corporate Social Responsibility Diantara Pusaran Kepentingan Dan Esensi Program

Oleh : Rahmad Samadi
Penulis saat ini aktif sebagai Fasilitator Program Peningkatan Kualitas Kawasan Pemukiman (P2KKP) Kota Gorontalo dan Sekertaris Umum LAKPESDAM NU Kota Gorontalo

Sebagai wilayah Primadona Baru Corporasi Nasioanl dan Internasional, Masyarakat Batui saat ini mulai akrab dengan tiga kata seksi yang dikenal dengan singkatan CSR (Corporete Social Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan, paling tidak sejak awal beroprasinya Perkebunan Sawit yang telah membabat habis hampir sebagian besar wilayah hutan produktif dan wilayah hutan adat ditanah Batui serta mulai dikembangkannya perusahaan MIGAS di daerah ini, mulai dari masa konstruksi sampai saat ini dimana PT. Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) atau yang dikenal dengan DSLNG telah memulai masa produksi LNG pertama pada tanggal 24 juni 2015. 

Namun demikian sejak istilah CSR mulai di dengung-dengungkan oleh pemerintah daerah,perusahaan, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh pemuda, baik yang mengatasnamakan kepentingan umum, maupun atas dasar kepentingan pribadi semata, seolah melahirkan wajah baru strategi memperkaya diri sendiri yang berwujud Kapitalisme Pribumi dengan kedok CSR atau apapun itu yang penting bisa mendompleng eksistensi pribadi dimata perusahaan.

Kondisi ini membuat program yang sejatinya merupakan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan dan manifestasi etis perusahaan dalam menjaga lingkungan dan mengembangkan kemandirian ekonomi warga masyarakat setempat akan berkemungkinan besar bisa terpolarisasi dan menjadi rentan dengan kepentingan pihak tertentu yang kemudian cenderung bias sasaran, sehingga ditakutkan suatu saat nanti munculah kata-kata miris bernada sindiran ditengah masyarakat seperti "siapa dekat api dia yang mopapu(hangus) atau siapa dekat air dia yang memes (basah)" sungguh ini adalah ungkapan yang mengambarkan suatu masa dimana akses untuk medapatkan hak yang sama terhadap program CSR di Batui hanya akan diberikan kepada kelompok atau orang tertentu yang memiliki akses kedekatan secara khusus dengan divisi human resource developmen, atau yayasan dan lembaga-lembaga tertentu yang diberikan mandat oleh perusahaan untuk mengelola program CSR.

Sementara itu dari segi transparansi informasi publik sesuai dengan amanah undang-undang No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik,dalam hal keterbukaan informasi dan transparansi budgeting,sistem pengelolaan program CSR dikecamatan batui juga masih terbilang lemah, hal ini dibuktikan dengan minimnya akses informasi ditingkat masyarakat tentang program CSR yang akan dilaksanakan mulai dari aspek pendanaan sampai pada jenis program yang akan direalisasikan. disinilah peran pemerintah beserta seluruh elemen masyarakat dan kepemudaan diperlukan untuk membentuk “Forum Rembuk Warga Independen” yang berfungsi sebagai media diskusi warga masyarakat Batui dengan pihak pengelola program CSR untuk menentukan skala prioritas program yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan dan masyarakat sehingga semua usulan warga akan terakomodasi secara bertahap dan kemudian dituangkan dalam bentuk rekomendasi kolektif warga Batui. hal ini penting untuk meminimalisir berseliwerannya calo program yang hanya mementingkan keuntungan pribadi dan kelompok tertentu. selain itu, forum rembuk warga independen ini tentunya akan meningkatkan kredibilitas pemeritah dan meningkatkan kepercayaan warga terhadap perusahaan. Meskipun demikian, kita tetap mengapresiasi kegiatan-kegiatan CSR yang telah berjalan di Bumi Batui yang sudah sesuai dengan harapan masyarakat.

Namun demi menjaga dan menanamkan tradisi berfikir kritis kepada masyarakat dan kaum muda Batui dimasa depan, marilah kita meredefinisi kembali apakah potensi CSR di Batui yang di jalankan oleh Perkebunan Sawit dan perusahaan besar MIGAS bertaraf internasional ini sudah tepat sasaran dan apakan sudah sejalan dengan kaedah hukum dan dan perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia. hal ini dianggap penting oleh penulis untuk memberikan edukasi kritis terhadap masyarakat Batui tercinta sehingga dengan pemahaman yang cukup, serta ditopang nawaitu yang tulus demi kepentingan umum, semua elemen masyarakat Batui diharapkan bisa mandiri dalam melakukan pengawasan dan pengawalan terhadap program-program CSR yang yang akan masuk dikecamatan Batui agar lebih transparan dan akuntabel.

Salah satu aspek penting yang mempengaruhi minimnya keterlibatan langsung masyarakat khususnya pemuda dalam menyikapi persoalan CSR adalah kurangnya pengetahuan tentang beberapa produk regulasi dan perundang-undangan yang mengatur tata kelo Masalah CSR. berikut ini beberapa landasan hukum yang berlaku di Indonesia antara lain Undang-undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Perpres No 26 Tahun 2010 tentang transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah yang diterima dari industri ekstraktif, PP No 47 Tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan terbatas. UU No 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal asing, UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Dan UU No 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.

Peneliti Studi CSR Yusuf Wibisono (2007;h7) dalam Bukunya "Membedah Konsep Dan Aplikasi CSR" mendefinisikan bahwa CSR adalah suatu komitment berkelanjutan dari suatu corporete atau dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat atau masyarakat luas, bersama dengan peningkatan taraf hidup pekerja beserta keluarganya. Dalam konteks global, Istilah CSR mulai santer dibicarakan pada dekade 1970-an dan semakin populer paska kehadiran buku "Cannibals with forks: the triple bottom line in 21st century business" pada tahun 1998 karya John Elkington, dalam buku ini tertuang jelas bahwa CSR meliputi tiga konsepsi utama yang disebut john Elkington dengan istilah 3P yaitu profit/keuntungan, planet/lingkungan, dan piople/masyarakat dimana perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka, melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. dalam pelaksanaannya, kita bisa belajar bagaimana keterlibatan yayasan Shell di Lembah Bunga Afrika Selatan dalam kegiatan flower valley, bagaimana Facebook membangun kegiatan Early Learning Centre untuk membantu mendidik anak-anak dan masyarakat mengembangkan keterampilan baru dan mengajak perusahaan-perusahaan besar membangun jaringan perdagangan dengan masyarakat, kita juga bisa melihat bagaimana perusahaan-perusahaan seperti PT. Djarum Indonesia, Riau Pulp, serta PT. Kaltim Prima Coal dalam pelaksanaan CSR yang berkesinambubgan terhadap warga masyarakat dimana perusahan itu berdiri. hal ini pernah ditegasakan oleh Makna Ani Marlia(Management accounting and information technology As Well As Other General Ideas Interests) dalam esainya bahwa Corporate yang mengelola dengan baik CSRnya menandakan ciri transparansi dan akuntabel sebuah corporate (perusahaan) "perusahaan yg tidak transparan dan akuntabel, sudah pasti mati CSRnya" Bagaimana dengan CSR di Batui?


 

 
 

Tidak ada komentar:

Filem Dokumenter Batui ; Mereka Yang Bertahan Di Tanah Asat

Ini adalah filem dokumentar adat batui, kabupaten banggai sulawesi tengah, filem ini menggangkat tema mereka yang bertahan di tanah adat, pr...