Oleh
: Rahmad Samadi
Penulis
saat ini aktif sebagai Fasilitator Program Peningkatan Kualitas Kawasan
Pemukiman (P2KKP) Kota Gorontalo dan Sekertaris Umum LAKPESDAM NU Kota Gorontalo
Sebagai
wilayah Primadona Baru Corporasi Nasioanl dan Internasional, Masyarakat Batui saat
ini mulai akrab dengan tiga kata seksi yang dikenal dengan singkatan CSR
(Corporete Social Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan, paling
tidak sejak awal beroprasinya Perkebunan Sawit yang telah membabat habis hampir
sebagian besar wilayah hutan produktif dan wilayah hutan adat ditanah Batui
serta mulai dikembangkannya perusahaan MIGAS di daerah ini, mulai dari masa
konstruksi sampai saat ini dimana PT. Medco Energi Internasional Tbk (MEDC)
atau yang dikenal dengan DSLNG telah memulai masa produksi LNG pertama pada
tanggal 24 juni 2015.
Namun demikian sejak
istilah CSR mulai di dengung-dengungkan oleh pemerintah daerah,perusahaan,
tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh pemuda, baik yang mengatasnamakan
kepentingan umum, maupun atas dasar kepentingan pribadi semata, seolah
melahirkan wajah baru strategi memperkaya diri sendiri yang berwujud Kapitalisme Pribumi dengan kedok CSR
atau apapun itu yang penting bisa mendompleng eksistensi pribadi dimata
perusahaan.
Kondisi
ini membuat program yang sejatinya merupakan implementasi tanggung jawab sosial
perusahaan dan manifestasi etis perusahaan dalam menjaga lingkungan dan
mengembangkan kemandirian ekonomi warga masyarakat setempat akan berkemungkinan
besar bisa terpolarisasi dan menjadi rentan dengan kepentingan pihak tertentu
yang kemudian cenderung bias sasaran, sehingga ditakutkan suatu saat nanti
munculah kata-kata miris bernada sindiran ditengah masyarakat seperti
"siapa dekat api dia yang mopapu(hangus) atau siapa dekat air dia yang
memes (basah)" sungguh ini adalah ungkapan yang mengambarkan suatu masa
dimana akses untuk medapatkan hak yang sama terhadap program CSR di Batui hanya
akan diberikan kepada kelompok atau orang tertentu yang memiliki akses
kedekatan secara khusus dengan divisi human resource developmen, atau yayasan
dan lembaga-lembaga tertentu yang diberikan mandat oleh perusahaan untuk
mengelola program CSR.
Sementara
itu dari segi transparansi informasi publik sesuai dengan amanah undang-undang No
14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik,dalam hal keterbukaan
informasi dan transparansi budgeting,sistem pengelolaan program CSR dikecamatan
batui juga masih terbilang lemah, hal ini dibuktikan dengan minimnya akses
informasi ditingkat masyarakat tentang program CSR yang akan dilaksanakan mulai
dari aspek pendanaan sampai pada jenis program yang akan direalisasikan.
disinilah peran pemerintah beserta seluruh elemen masyarakat dan kepemudaan
diperlukan untuk membentuk “Forum Rembuk Warga Independen” yang berfungsi
sebagai media diskusi warga masyarakat Batui dengan pihak pengelola program CSR
untuk menentukan skala prioritas program yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan
dan masyarakat sehingga semua usulan warga akan terakomodasi secara bertahap
dan kemudian dituangkan dalam bentuk rekomendasi kolektif warga Batui. hal ini
penting untuk meminimalisir berseliwerannya calo program yang hanya
mementingkan keuntungan pribadi dan kelompok tertentu. selain itu, forum rembuk
warga independen ini tentunya akan meningkatkan kredibilitas pemeritah dan
meningkatkan kepercayaan warga terhadap perusahaan. Meskipun demikian, kita
tetap mengapresiasi kegiatan-kegiatan CSR yang telah berjalan di Bumi Batui
yang sudah sesuai dengan harapan masyarakat.
Namun demi menjaga dan menanamkan tradisi
berfikir kritis kepada masyarakat dan kaum muda Batui dimasa depan, marilah
kita meredefinisi kembali apakah potensi CSR di Batui yang di jalankan oleh
Perkebunan Sawit dan perusahaan besar MIGAS bertaraf internasional ini sudah
tepat sasaran dan apakan sudah sejalan dengan kaedah hukum dan dan
perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia. hal ini dianggap penting oleh
penulis untuk memberikan edukasi kritis terhadap masyarakat Batui tercinta
sehingga dengan pemahaman yang cukup, serta ditopang nawaitu yang tulus demi
kepentingan umum, semua elemen masyarakat Batui diharapkan bisa mandiri dalam melakukan
pengawasan dan pengawalan terhadap program-program CSR yang yang akan masuk dikecamatan
Batui agar lebih transparan dan akuntabel.
Salah
satu aspek penting yang mempengaruhi minimnya keterlibatan langsung masyarakat khususnya
pemuda dalam menyikapi persoalan CSR adalah kurangnya pengetahuan tentang beberapa
produk regulasi dan perundang-undangan yang mengatur tata kelo Masalah CSR. berikut
ini beberapa landasan hukum yang berlaku di Indonesia antara lain Undang-undang
No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Perpres No 26 Tahun 2010 tentang transparansi
pendapatan negara dan pendapatan daerah yang diterima dari industri ekstraktif,
PP No 47 Tahun 2012 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan perseroan terbatas.
UU No 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal asing, UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup, Dan UU No 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas
bumi.
Peneliti
Studi CSR Yusuf Wibisono (2007;h7) dalam Bukunya "Membedah Konsep Dan
Aplikasi CSR" mendefinisikan bahwa CSR adalah suatu komitment
berkelanjutan dari suatu corporete atau dunia usaha untuk bertindak etis dan
memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat atau
masyarakat luas, bersama dengan peningkatan taraf hidup pekerja beserta
keluarganya. Dalam konteks global, Istilah CSR mulai santer dibicarakan pada
dekade 1970-an dan semakin populer paska kehadiran buku "Cannibals with forks: the triple bottom line in 21st century
business" pada tahun 1998 karya John Elkington, dalam buku ini
tertuang jelas bahwa CSR meliputi tiga konsepsi utama yang disebut john
Elkington dengan istilah 3P yaitu profit/keuntungan, planet/lingkungan, dan piople/masyarakat
dimana perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka,
melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat. dalam pelaksanaannya, kita bisa belajar bagaimana keterlibatan yayasan
Shell di Lembah Bunga Afrika Selatan dalam kegiatan flower valley, bagaimana Facebook membangun kegiatan Early Learning Centre untuk membantu
mendidik anak-anak dan masyarakat mengembangkan keterampilan baru dan mengajak
perusahaan-perusahaan besar membangun jaringan perdagangan dengan masyarakat,
kita juga bisa melihat bagaimana perusahaan-perusahaan seperti PT. Djarum
Indonesia, Riau Pulp, serta PT. Kaltim Prima Coal dalam pelaksanaan CSR yang
berkesinambubgan terhadap warga masyarakat dimana perusahan itu berdiri. hal
ini pernah ditegasakan oleh Makna Ani Marlia(Management accounting and
information technology As Well As Other General Ideas Interests) dalam esainya
bahwa Corporate yang mengelola dengan baik CSRnya menandakan ciri transparansi dan
akuntabel sebuah corporate (perusahaan) "perusahaan yg tidak transparan
dan akuntabel, sudah pasti mati CSRnya" Bagaimana dengan CSR di Batui?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar