Assalamualaikum sahabat sahabat dan toutus-utus (saudara dalam bahasa batui) bagaimana kabar kalian? Pasti lagi semangat puasa kan? Alhamdulillah kalau begitu. Nah biar puasanya tambah keren mari kita simak sedikit ulasan saya tentang tradisi malam pasang lampu dibatui yang dikenal dengan malom tutungan dan perbandingannya dengan tradisi serupa digorontalo. Tapi sebelum itu, wabil-khusus untuk generasi muda batui, Masih ingat kan apa itu malom tutungan....?
Apa....?
Ada yg sudah mulai lupa....?
Aduh kenapa bisa lupa....?
Bagaimana...?
Sudah mulai ditingalkan tradisinya...?
Owwh,masih ada yg melaksanakannya...
Hanya saja tak lagi sesemarak dulu...!!!
Begitulah kira-kira penggalan naskah dialog batin yg terjadi dalam diri kita ketika mengenang malam tutungan dimasa kecil kita sambil menyaksikan tradisi malam pasang lampu atau tumbilotohe digorontalo yang kian tahun kian semarak bahkan menjadi ikon wisata reliji disetiap bulan ramadan. Nah untuk itu mari kita ulas bagaimana kesamaan dan perbedaan tradisi malam pasang lampu bulan ramadan digorontalo dan didaerah tercinta batui.
Tradisi malam pasang lampu merupakan tradisi menyambut malam ke-27 bulan ramadan, sebagian masyarakat dibeberapa daerah baik digorontalo maupun dibatui menyakini bahwa malam tumbilutohe atau malom tutungan adalah petanda bulan ramadan telah memasuki malam lailatulqadar atau petenda akan berakhirnya bulan ramadan. Keyakinan inilah yang menjadi kesamaan substansi dari malam pasang lampu di kedua tempat ini, baik itu dibatui maupun digorontalo. Bagitupun dari segi tampilan sampai cara pasang lampunya memang ada beberapa kesamaan antara tradisi tumbilotohe dan tutungan yaitu baik tumbilotohe digorontalo dan tutungan dibatui sama-sama menggunakan media bambu,kerang,dan botol bekas minuman seperti kratingdeng dan M150 sebagai lampu dan untuk bahan bakarnya menggunakan minyak kelapa dan minyak tanah. Lampu2 itu kemudian diletakkan dihalaman rumah, digerbang pagar rumah, atau di pasang berderet didepan pagar rumah masing-masing.
Namun apabila kita sandingkan tradisi malam tumbilotohe digorontalo dan malom tutungan dibatui, mungkin disitu kita akan menemukan adanya perbedaan yang sangat mencolok antara keduanya. Apalagi bagi kita yang pernah mengalami indah dan romantiknya malom tutungan dibatui pada masa-masa kecil dulu, dimana partisipasi masyarakat mulai dari orang tua,anak muda hingga anak kecil begitu besar sehingga menambah kesakralan dan kemeriahan malam tutungan tersebut.
Hingga saat ini, tradisi malam pasang lampu tumbilotohe digorontalo tidak pernah lekang oleh zaman apalagi tergerus oleh laju perkembangan daerah. Tingginya partisipasi masyarakat baik penduduk asli gorontalo maupun para pendatang, serta dukungan pemerintan daerah membuat tradisi tumbilotohe makin semarak dari tahun-ketahun. Saking remainya tradisi tumbilotohe ini, seluruh daerah gorontalo mulai dari rumah,jalan,hingga lorong-lorong kecil mendadak terang benderang dengan deratan lampu botol dengan beragam bentuk dan jenis dibalut kreatifitas masing-masing warganya. Ada yg membuat tumbilotohe dengan desain ucapan selamat hari raya idul fitri, ada yg nyala lampunya dirangkai hingga berbentuk nama kampung mereka, dan masih banyak lagi bentuk kreatifitas yang kemudian melebur bersama tradisi malam pasang lampu digorontalo. Sungguh indah bukan...?
Sementara itu pemandangan berbeda tentu akan kita jumpai pada malam 27 ramadan atau yg dikenal dengan malom tutungan dibatui, momen yang dulunya juga tak kalah semarak dengan tumbilotohe digorontalo, tapi itu dulu....!!!
Dulunya malom tutungan adalah malam yang paling dinanti-nanti oleh masyarakat batui, khususnya muda-mudi dan anak-anak. Persiapannya bahkan sudah dimulai sejak 1 minggu menjelang malam 27 ramadan, dimana bapak-bapak dan anak lelakinya sudah mulai merangkai bambu,kerang dan botol untuk dipasang dimalam tutungan nanti. Geliat riang gembira anak-anak kecilpun menambah indah malom tutungan, mereka akan berebut menyalakan tampu demi lampu yg ada didepan halaman rumah mereka masing-masing, sambil bermain dan saling berkejaran dihalaman rumah, para muda-mudipun tak kalah gembira dimalam tutungan itu, mereka berkumpul bersama teman-teman dan kerabat dekat sambil bersenda gurau,bau ranum tawa sesekali terpancar diwajah riang meraka yang semakin menambah romantis rusanana kampung batui ketika itu.
Paling tidak itulah sepenggal memory malom tutungan yg masih tersisa dalam ingatan masa-masa kecil saya.
Yang unik dari malam tutungan dibatui sekaligus membedakannya dengan tradisi tumbilotohe digorontalo adalah jumlah lampu yg akan di pasang didepan rumah masing-masing warga. Klw malam tutungan yang kita saksikan digorontalo saat ini tidak ada lagi batasan jumlah lampu yg dipasang didepan rumah, hal berbeda terjadi dalam tradisi malom tutungan dibatui, dimana jumlah lampu yg akan dinyalakan ditiap tumah haruslah sama dengan jumlah jiwa yang ada dirumah tersebut. Hanya saja saat ini tradisi tutungan dibatui tidak lagi dilaksanakan oleh semua warga batui. Sehingga dihawatirkan tradisi ini akan punah satu saat nanti.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita kumpulkan lagi kepingan-kepingan memori itu, banyangkan indahnya malam tutungan,bayangkan ramainya, dan bayangkan begitu romantisnya suasana tutungan dibatui yang pernah ada dulu.
Ayo generasi muda batui,,,,Mari kita meriahkan lagi tradisi malam tutungan dibulan ramadan yang akan datang.