Senin, 01 Februari 2016

PNPM Perkotaan dan Kado Akhir Tahun Untuk Kota Gorontalo

Oleh : Rahmad Samadi
Gorontalo, 19 Desember 2013

Bagai Kerakap tumbuh dibatu, Hidup Segan Matipun Tak Mau. mungkin inilah pepatah lama yang cukup sesuai untuk disandingkan dengan kondisi perjalanan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) Di Kota Gorontalo pada rentang waktu tahun 2008 sampai 2011 silam, hal ini dikarenakan sejak tahun 2008 sampai 2011 seluruh kelurahan dampingan yang berada diwilayah Kota Gorontalo tak ternah lagi merasakan indahnya sentuhan dan BLM.

Sementara itu, sebagai sebuah program nasional yang intens pada gerakan peningkatan kualitas hidup masyarakat dan pengentasan kemiskinan di perkotaan, PNPM Mandiri Perkotaan sudah seharusnya mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan pemerintah daerah, baik itu Pemerintah Provinsi (Pemprov), Pemerintah Kota (Pemkot) maupun pemerintah kabupaten (Pemkab) guna kelancaran program dan teredianya dana BLM yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat miskin perkotaan, baik yang bersumber dari alokasi APBN maupun APBD sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, dimana untuk mendapakan BLM dari alokasi dana APBN maka pemerintah daerah wajib menyediakan dana sharing dari alokasi dana APBD. Sementara itu, sejak tahun 2008 sampai tahun 2011 pemerintah Kota Gorontalo tidak pernah lagi mengalokasikan dana APBD untuk PNPM-Mandiri Perkotaan, bahkan dana APBD Pemerintah Kota Gorontalo yang terhutang (Belum dialokasikan) sampai tahun 2013 sudah mencapai angka 4,7 milyar.

Kenyataan inilah yang kemudian menyebabkan imbas beruntun yang harus diterima oleh seluruh masyarakat Kota Gorontalo dan tim PNPM-MP di Kota Gorontalo, mulai dari tidak adanya dana BLM meskipun pada tahun 2012 sempat ada alokasi APBD sebesar 220 juta untuk 10 Kelurahan, pengeluhan dan pertanyaan masyarakat yang bertubi-tubi, dan melemahnya lembaga BKM yang secara otomatis berimbas terhadap proses fasiliasi siklus masyarakat di lapangan sehingga mengakibakan progres tim menurun, dan Kota Gorontalo pun tak jarang mendapat raport merah oleh pemerintah pusat dari segi capaian progres.

Niatan Baik Pemerintah kota Gorontalo 

Laksana tetesan hujan ditengah kemarau panjang, masyarakat Kota Gorontalo seakan mendapat segudang harapan indah diawal tahun 2013. Dimana pemeritah Kota Gorontalo kembali memberikan dukungan dan komitmennya terhadap pelaksanaan program PNPM-Mandiri Perkotaan di Kota Gorontalo. Seolah ingin menebus dosa, Pada bulan Juni  pemerintah kota gorontalo melalui BPMP-KB melaksanakan sosialisasi tentang  realisasi BLM APBD Tahap I sebesar Rp 1,062.500.000 yang akan dialokasikan ke 25 kelurahan di Kota Gorontalo, bahkan pemerinah kota gorontalo mendesak kepada seluruh lembaga dan instansi terkait untuk mendukung percepatan realisasi dana tersebut. Itikat baik Pemerintah Kota ini tentunya mendapat sambutan gembira oleh 25 lembaga BKM yang Kelurahannya ditetapkan mendapatkan alokasi dana BLM APBD tahap I tersebut.. Untuk wilayah dampingan tim 02, empat Kelurahan yang mendapatkan alokasi BLM APBD Tahap I ini yaitu Kel. Dembe Jaya, Kel. Wongkaiti Barat, Kel. Dulomo Selatan, dan Kel. Bulotadaa Barat, BKM di 4 keluraan inipun segera melakukan berbagai persiapan dan pembenahan kelembagaan BKM untuk menyambut datangnya anugrah BLM APBD yang telah sekian lama sirna.

Kado akhir tahun yang indah

Di akhir tahun 2013 ini, Setelah semua Kelurahan dan BKM penerima alokasi BLM APBD termasuk empat Kelurahan yang ada diwilayah dampingan tim 02 telah selesai melaksanakan semua pekerjaan dan sudah disertifikasi pada bulan Desember, pemerintah Kota Gorontalo merencanakan akan mengalokasikan dana BLM APBD Tahap II sebesar Rp. 937.500.000 untuk 25 Kelurahan pada tahun 2014, semoga itikat baik pemerintah Kota Gorontalo ditahun 2013 ini menjadi awal yang baik untuk kelancaran program PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Gorontalo kedepan dan menjadi kado akhir tahun yang indah bagi 25 Kelurahan yang akan mendapatkan alokasi dana BLM APBD tersebut.

 

 
 
 
 

Banjir Di Toili Adalah Isyarat Dari Alam Yang Mulai Murka

Oleh : Rahmad Samadi 
Gorontalo 16 Agustus 2014

Sebagian dari kita mungkin memandang banjir besar yang melanda Toili sejak minggu, tanggal 10 Agustus 2014 adalah hal yang wajar karena bertepatan dengan musim hujan yang sering terjadi setiap tahunnya dibulan agustus, sebagian lagi memandang bahwa banjir yang terjadi di Toili adalah murni musibah yang memang tidak bisa kita tebak kapan datangnya dan kapan pula berakhirya. Namun demikian, apabila kita mencoba melihat bencana ini dengan paradigma yang lebih tepat, maka kita akan melihat bahwa banjir yang melanda Toili adalah bentuk peringatan keras yang bersifat universal dari alam semesta untuk kita renngkan bersama. Bencana banjir yang menimpa kecamatan Toili beberapa waktu lalu tentunya sudah cukup membuat mata, pikiran dan hati kita tercengang, bahwa tak satupun dari kita sempat menyangka kalau hujan yang selama ini selalu disambut riang oleh anak-anak kecil saat bersorak sorai mandi dan bermain dibawah derasnya hujan, kini berubah menjadi petaka dan bencana. 

Meski bencana banjir ini tidak menelan korban jiwa, akan tetapi kerugian materi berupa harta benda, rusaknya lahan pertanian dan perkebunan, rusaknya areal permukiman, dan terhambatnya aktivitas perekonomian warga, tentunya menambah deret panjang dampak buruk yang diakibatkan bencana banjir ditanah yang dulunya hijau nan asri seindah Toili.


Sebongkah kekhawatiran dan kecemasanpun sontak menghantui dan menghinggapi pikiran saya sesaat setelah melihat status dan foto-foto kondisi banjir di Toili yang diunggah dalam berbagai media social oleh salah seorang alumni HMB(Himpunan Mahasiswa Batui) dan beberapa adik-adik mahasiswa yang berasal dari kecamatan Toili. bagaimana tidak, kita semua pasti bersepaham bahwa saat damainya hutan yang mulai terusik dengan bisingnya alat berat industry, saat pohon besar terus bertumbangan oleh keangkuhan pemodal dan penguasa, saat banjir badang, tanah longsor, dan gempa bumi mulai berdatangan silih berganti, maka kita akan sadar bahwa uang bukanlah segalanya sementara itu, kitapun sadar betul bahwa kecamatan batui adalah kecamatan yang secara geografis berbatasan langsung dengan kecamatan toili, dimana areal kawasan hutan, pegunungan dan sungai yang ada di toili terintegrasi langsung dengan wilayah kecamatan batui. Sehingga ketika toili diterjang banjir karena kerusakan hutan dan struktur tanahnya, maka kondisi yang sama akan sangat rentan terjadi dikecamatan batui, dan ini berarti masyarakat batui wajib waspada. 

Banjir yang melandana kawasan toili sesungguhnya tidak bisa kita pandang hanya sekedar musibah biasa, apalagi sampai berdalih bahwa itu adalah bagian dari siklus alam yang sifatnya alamiah. Karena banjir yang sudah menimpa kawasan toili mungkin saja akan menimpa kita yang berada dikecamatan batui, esok hari atau dikemudian hari nanti. Banjir yang terjadi ditoili harus kita pahami sebagai tanda, penanda, dan pertanda kemurkaan dari alam didaerah kita yang mulai keropos dan rusak demi melanggengkan kepentingan modal dan penguasa. Keberadaan tambang emas dalam beberapa tahun terakhir mulai merusak struktur tanah diwilayah kecamatan toili dan meluasnya persebaran kawasan perkebunan sawit yang mengakibatkan penyempitan atau mengecilnya kawasan hutan yang pada akhirnya berdampak pada berkurangnya kualitas dan fungsi hutan. Dimana saat terjadi curah hujan yang cukup lama maka hutan yang seharusnya berfungsi sebagai pecegah banjir dengan kerapatan pohon pada areal yang cukup luas, tidak lagi bisa menyerap air dengan baik. Kondisi ini bisa saja tidak begitu jauh berbeda dengan kondisi hutan dan struktur tanah dikecamatan batui dewasa ini. Kalau ditoili punyamesin perusak alam dengan dampak ekologi yang cukup besar seperti sawit dan tambang emas, mka kitapun harus berbangga hati kerena memiliki PT. Sawindo cemerlang dan PT. DS LNG yang paling tidak akan menjadi factor penting yang berpeluang dan berkemungkinan besar akan memberi dampak yang sama bagi anak cucu kita suatu saat nanti.

Oleh karena itu, mulai saat ini marilah kita saling mengingatkan antara sesama putra putri batui, mulai dari pemerintah, masyarakat adat, dewan lembaga adat, tokoh agama, tokoh politik, dan seluruh pemuda kecamatan batui untuk menyatukan tekad demi mendahulukan kepentingan bersama dari sekedar hasrat pribadi. Bahwa saat ini, sudah seharusnya kita memposisikan diri untuk selalu vis a vis (berhadap-hadapan) dan melakukan pengawalan serta pengawasan yang massif terhadap berjalannya dua kekuatan modal besar yang bercokol ditanah tercinta kecamatan batui. Para aktivis pemuda berusahalah untuk tetap menjaga ritme nafas perlawanan, agar tidak mudah kelelahan apalagi sampai PODUT( kehabisan nafas dalam bahasa batui) ketika berhadapan dengan tawaran pihak perusahaan yang tak jarang cukup menggiurkan. Mulai dari tawaran uang yang banyak, sampai pada tawaran jabatan strategis dalam perusahaan. Jangan sempai dendam kemiskinan yang telah sekian lama terpendam kemidian meluluh-lantahkan niat suci kita untuk menjaga dan melestarikan hutan batui. Berusahalah sekuat mungkin untuk tidak menjadi bagian dari mereka yang mencoba hidup mewah dengan cara merusak alam dan tanah batui karena anjing yang ganas sekalipun tak akan pernah menggigit bahkan menggongong tuan yang memberinya makan terus menerus. Kita bukanlah generasi yang anti pembangunan daerah, kita bukan pula generasi yang alergi dengan industrialisasi, kita adalah generasi yang tidak ingin hanya karena sayhwat kesejahteraan dan kemakmuran lalu kemudian melumpuhkan sendi-sendi adat dan moral terhadap alam yang telah menghidupi kita, dan terhadap hutan dengan pepohonannya yang tanpa kita sadari telah sekian lama menjadi sumber oksigen bagi kelangsungan hidup kita hari ini. Sehingga diujung dari tinjauan  moral ini, kita akan mendapati anak cucu kita satu saat nanti bisa mengangkat kepalanya dengan tegak dan bangga karena tanah dan hutannya tetap terjaga ditengah gempuran perkebunan sawit dan industrilisasi MIGAS Di Batui,,,,, SEMOGA!
 

Sumber Foto : Mongabay.com
                                                      

Filem Dokumenter Batui ; Mereka Yang Bertahan Di Tanah Asat

Ini adalah filem dokumentar adat batui, kabupaten banggai sulawesi tengah, filem ini menggangkat tema mereka yang bertahan di tanah adat, pr...